Wednesday, February 24, 2016

Kerajaan lamuri

Lamuri; Situs Sejarah Aceh yang Terserak

Nisan Maulana Qadhi Sadrul Islam Isma'il [1]
Nisan Maulana Qadhi Sadrul Islam Isma’il [1]
KEBERADAAN situs warisan budaya masa lalu sebagai bukti kejayaan suatu peradaban, terkait erat dengan berbagai macam peninggalannya. Baik itu berupa nisan, mata uang, bangunan, dan segala jenis artefak lainnya. Kerajaan Lamuri yang terletak di desa Lamreh (Aceh Besar) yang diduga sebagai cikal bakal Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903 M), masih menyimpan banyak bukti peninggalan sejarah Aceh masa silam yang belum tersingkap dengan jelas. Apalagi situs sejarah yang berada di area seluas 300 hektar itu masih berserakan dan tidak mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah daerah untuk dijadikan sebagai cagar budaya. Dalam jurnal Suwedi Montana, disebutkan bahwa kerajaan ini memiliki beberapa nama. Antara lain: Ramni (Abu Zaid Hasan, 916, dan berbagai penulis Arab dari abad ke Sepuluh) Lambri (Marco Polo, 1292) , Lamori (Odorico dari Pordenone, 1323) Lamuri (Prapanca, Nagarakertagama, 1365), Lam-po-li (Ma Huan, Ying-yai Sheng-lan, 1416) dan Lambry (Tome Pires, Suma Oriental, 1512). [Suwedi Montana, 1997: 85]
Lokasinya strategis, ramai disinggahi oleh para pelancong dan menjadi tempat bagi kapal-kapal dagang untuk berlabuh. [McKinnon, 1988: 103]
Tahun berdirinya kerajaan Lamuri masih simpang-siur. Namun, dalam beberapa catatan masa silam terungkap bahwa letaknya di jalur selat Malaka menjadikan Lamuri persinggahan dan juga incaran bagi bangsa asing. Dalam prasasti Tanjore (Thanjavur) yang terletak di negara bagian Tamil Nadu (India), tertulis bahwa pada tahun 1025 Masehi, raja dari Dinasti Chola (300 SM-1279 M) yang masa itu berkuasa, yakni Rajendra Chola I (1012-1044 M), melalui armadanya menyerbu sebuah wilayah yang diidentifikasikan sebagai “Ilamuridesam” di pulau Sumatera. [Ibid: 105]
Nisan Maulana Qadhi Sadrul Islam Isma'il [2]
Nisan Maulana Qadhi Sadrul Islam Isma’il [2]
Beberapa catatan lainnya, mengungkapkan bahwa kerajaan Lamuri berdiri secara independen dengan sektor perdagangan sebagai penggerak aktivitas ekonominya yang dominan. Namun demikian, Lamuri juga pernah diklaim menjadi bagian dari Kerajaan Sriwijaya (650-1377 M). Bahkan dalam Negarakertagama karangan Prapanca, Lamuri dimasukkan dalam wilayah Kerajaan Majapahit (1293-1527 M). Kejelasan tentang klaim beberapa kerajaan terhadap Lamuri – yang juga merupakan sebuah kerajaan – sebagai bagian dari wilayahnya, memang perlu dilakukan penelitian lebih mendalam. Sebab dalam tempo berikutnya, Lamuri ikut berperan penting sebagai cikal bakal terbentuknya Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903 M). [Kompas, 3/1/2013]
Banyak persepsi yang beredar mengenai agama resmi kerajaan Lamuri. Baik dari kalangan sejarawan maupun arkeolog, ada yang menyebutkan Hindu dan ada pula Islam disebutkan sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk kerajaan Lamuri. Termasuk para penguasa yang bertahta. Sejarah masuknya Islam ke nusantara – dengan kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama – mesti didiskusikan kembali. Sebab bukti menunjukkan bahwa Islam telah hadir di kerajaan Lamuri jauh sebelum eksisnya kerajaan Samudera Pasai. [Suprayitno, 2011: 126] Dalam suatu diskusi ilmiah, arkeolog Edwards McKinnon menyebutkan bahwa Tsunami di masa lampau telah menghilangkan banyak bukti peradaban Kerajaan Lamuri. Di masa itu, banyak penduduk bermukim di dekat area pantai. Sehingga, ketika Tsunami datang menerjang, wilayah pemukiman yang dihuni oleh penduduk ikut terbawa oleh arus gelombang Tsunami. Tetapi, beberapa bukti yang menunjukkan keberadaan pemukiman penduduk itu masih dapat ditemukan hingga kini. Baik itu berupa pecahan keramik, kaca, dan tulang pemakaman. [Tribunnews, 22/8/2014]
ARTEFAK BERSERAKAN
Walau diidentifikasikan sebagai Kerajaan tertua di Aceh dan juga memiliki andil dalam terbentuknya Kerajaan Aceh Darussalam sebagai kekuatan Islam terbesar ke-5, yang berjaya di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), situs sejarah Kerajaan Lamuri masih tak terawat dan artefaknya berserakan di mana-mana. Tak ada tanda-tanda bahwa area seluas 300 hektar bekas teritori Kerajaan Lamuri itu merupakan sebuah cagar budaya yang dilestarikan keberadaannya.
Lokasi Desa Lamreh. Pusat Kerajaan Lamuri
Lokasi Desa Lamreh. Pusat Kerajaan Lamuri
Perhatian pemerintah daerah terhadap lokasi yang terletak di desa Lamreh itu baru terlihat serius setelah sorotan media yang merilis berita tentang wacana pembangunan lapangan golf di area tersebut. Sebagai upaya penyelamatan, beberapa LSM mengadvokasi keberadaan situs Lamuri agar pembangunan lapangan golf di wilayah bekas Kerajaan Lamuri segera dihentikan. Dan pada akhirnya, pembangunan lapangan golf memang dibatalkan. Tentu saja ini sangat berdampak positif bagi keberadaan banyak artefak sejarah Aceh yang belum terungkap di desa Lamreh tersebut.
McKinnon dan Othman Yatim saat berada di lokasi Kerajaan Lamuri
McKinnon dan Othman Yatim saat berada di lokasi Kerajaan Lamuri
Sebagai bentuk dukungan agar lokasi eks Kerajaan Lamuri tidak dialihkan ke hal-hal yang berpotensi merusak warisan budaya yang tersisa, 2 orang arkeolog terkenal datang mengunjunginya. Kedua orang yang dimaksud adalah E. Edwards McKinnon (Inggris) dan Othman Yatim (Malaysia). Ini menunjukkan bahwa di lokasi itu banyak menyimpan benda-benda bersejarah. Terutama yang terkait dengan identitas dan jati diri masyarakat Aceh untuk menelusuri sejarahnya. Kehadiran kedua akademisi ini menandakan bahwa ada konsekuensi serius terhadap sejarah, bilamana lokasi bekas Kerajaan Lamuri telah beralih fungsi.
Kini, setelah sekian lama lokasi Kerajaan Lamuri berhasil diselamatkan dari wacana pembangunan lapangan golf, kondisi artefak-artefak masih berserakan. Tidak banyak yang berubah. Di mana-mana terlihat semak menutupi bagian-bagian nisan yang tersisa dari peradaban Kerajaan Lamuri. Beberapa cendikiawan telah menyarankan agar pemerintah provinsi melalui dinas yang terkait agar menetapkannya sebagai cagar budaya dan dilastarikan keberadaannya. Namun, lokasi bekas Kerajaan Lamuri masih seperti sedia kala. Terasing di negeri sendiri. Beginikah cara orang Aceh menghargai sejarah? Hanya waktu yang mampu mengungkap semua jawaban. Semoga!
GALERI FOTO
[2]
[1]
[3]
[2]
Arjuna Zubir
REFERENSI
  • McKinnon, E. Edwards. “Beyond Serandib: A Note on Lambri at the Northern Tip of Aceh”, Jurnal vol. 46 (Oktober 1988) | PDF
  • Montana, Suwedi. “Nouvelles Donnees Sur Les Royaumes de Lamuri et Barat”, Artikel vol. 53 (1997) | PDF
  • Suprayitno. “Evidence of the Beginning of Islam in Sumatera: Study on the Acehnese Tombstone”, Jurnal (2011) | PDF
  • Repelita Wahyu Oetomo. “Lamuri Telah Islam Sebelum Pasai”, Artikel, 18 Juni 2008 | Lihat
  • Kompas.com, “Situs Lamuri Nyaris Musnah”, 3 Januari 2013 | Lihat
  • Jambi.tribunnews.com, “Puing Kerajaan Lamuri di Aceh Hilang Kena Tsunami”, 22 Agustus 2014 | Lihat
  • Aceh.tribunnews.com, “Lima Ahli Petakan Situs Lamuri”, 28 September 2014 | Lihat

No comments:

Post a Comment